Thursday, April 19, 2018

Me and My second Unborn child

   Ah, ternyata blog ini sudah hampir 1 tahun tidak saya buka.

   Bukan karena saya malas atau sudah kehilangan minat untuk menulis, tapi karena alasan lain yang selama satu tahun ini saya hadapi. Masalah kejiwaan saya.

   Di jurnal saya sebelumnya saya sudah menulis bahwa saya mengalami keguguran di bulan keempat saya menikah (April 2017), di bulan Agustus saya (Alhamdulillah) hamil kembali. Betapa bahagia saya dan suami kala itu.

   Kami berusaha untuk lebih berhati-hati kali ini. Saya membatasi kegiatan saya sehari-hari, bahkan suami rela mencuci pakaian kami berdua sendiri karena mesin cuci kami berada di lantai 2 dan dia melarang saya naik turun tangga. Kegiatan saya lebih kepada tidur, makan, dan tidur, or some people called bedrest.

   Waktu kehamilan saya berhasil melewati bulan kedua, saya semakin bahagia karena kehamilan pertama tidak berhasil melewat masa dua bulan. Namun memasuki bulan ketiga, ketika saya selesau sholat maghrib, saya mengalami pendarahan.

   Kami sangat terkejut karena kami melakukan semua anjuran dokter. Tidak banyak beraktifitas, makan makanan yang sehat dan minum 'penguat' dari dokter, juga tidak melakukan hubungan suami istri hingga lewat bulan keempat. Kami melakukan semua yang dikatakan oleh dokter dan saya tetap mengalami pendarahan.

   Suami saya menyuruh saya untuk tidak panik dan membawa saya ke UGD. Saya tidak merasakan sakit sama sekali, tidak seperti waktu akan mengalami keguguran yang pertama dulu, sejak pendarahan pertama rasa sakit sudah menyiksa sekali saya rasakan.

   Sedikit harapan saya rasakan ketika dokter kandungan saya mengatakan bahwa janin dalam rahim saya masih baik-baik saja dan masih bisa dipertahankan. Saya diminta tetap minum penguat dan beristirahat total. Karena tidak dianjurkan untuk menginap di rumah sakit, kami pulang kerumah,

   Tidak sampai satu jam kepulangan dari rumah sakit, saya merasakan sakit yang teramat sangat di perut saya. Saya menangis hebat karena sakitnya tidak tertahankan. Dan ternyata Allah kembali mengambil calon anak kami untuk yang kedua kalinya, tepat di hari ulang tahun ayah saya yang begitu mendambakan sosok cucu pertama dalam keluar yang akan saya lahirkan itu.

   Melihat kekecewaan di wajah suami dan ayah saya, membuat saya terjatuh dalam rasa bersalah yang dalam. Saya menjadi tidak bisa menjalani hari-hari seperti sebelumnya. Yang saya bisa lakukan hanya menangis dan menyesali semua hal yang menimpa saya dan keluarga ini. Walaupun suami dan keluarga tidak ada yang menyalahkan saya atas ini dan justru membesarkan hati saya setiap harinya, saya tetap terjatuh dalam jurang depresi dan penyesalan yang terdalam.

   Saya sempat berpikir untuk mengakhiri hidup saya pada masa itu, namun saya berpikir akan banyak orang yang tersakiti jika sala melakukan itu. Tidak akan adil untuk suami dan keluarga saya karena saya yakin mereka masih mencintai saya.

   Dengan dukungan dan cinta yang diberikan oleh segenap keluarga, terutama suami, saya bisa kembali merasakan betapa hangatnya hidup. Saya bisa beraktifitas seperti sedia kala, walau saya masih merasa trauma untuk kembali hamil. Hingga detik ini.

   Namun saya tidak bisa begini terus. Seperti kata saya, tidak akan adil bagi suami saya jika saya terus begitu. Saya harus semangat! Saya harus bisa yakin bahwa Allah tidak akan memberikan ujian yang tidak bisa dihadapi oleh makhluknya. Dan Allah akan memberikan akhir yang bahagia dalam kisah saya pada akhirnya.

   Amien.
   (Doakan saya selalu kuat)

1 comment:

  1. Turut berduka mbak atas kegugurannya. Allah punya rencana indah untuk mbak, semoga tabah menjalaninya.

    Sebaiknya mbak jangan terlalu stres, saya yakin mbk bisa melalui semua ini bersama dukungan keluarga yg mencintaimu.

    Semoga sehat selalu dan lekas dikaruniai keturunan oleh Allah SWT

    ReplyDelete