Sunday, November 11, 2012

Guru sebagai Pendidik atau Pemberi Tugas?

Mungkin pertanyaan tersebut terasa sangat janggal untuk pertanyaan menyangkut Guru yang selama ini selalu identik dengan image seorang Pendidik atau Pengajar. Tapi bagi saya, ada (tetapi tidak semua) guru yang bisa saya sebut, tidak sebagai seorang Pendidik yang mendidik anak didiknya di sekolah untuk menjadi lebih baik atau seorang Pengajar yang mengajarkan ilmu yang berguna kepada murid-muridnya, tapi sebagai seorang Pemberi Tugas yang membebankan banyak pekerjaan.

PR.

PR atau singkatan dari Pekerjaan Rumah adalah 2 huruf yang paling sering saya (dan mungkin anda semua) lihat di status anak-anak yang masih duduk di bangku SMP – SMA atau bahkan SD jaman sekarang, baik di Facebook, Twitter, atau di beberapa jejaring sosial lainnya.

Bukan hanya anak-anak tersebut, adik saya sendiri –yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP- dan saya juga mengalaminya ketika masih menjadi seorang pelajar.

Saya ingat betul ketika saya masih sebagai murid di bangku kelas 2 SMP, bagaimana dulu ada seorang guru yang memasuki ruangan lalu menulis di papan tulis.

“Kerjakan LKS (Lembar Kerja Siswa) dari halaman 20-40.”

Lalu kemudian beliau duduk di bangkunya menunggu hingga jam pelajaran tersebut berakhir dan menyuruh menyumpulkan tugas yang kami kerjakan sesuai instruksinya tersebut. Lalu kembali memberikan beberapa tugas kepada kami (murid di kelas 2-C) untuk dikerjakan di rumah dan kumpulkan minggu depan pada saat mata pelajaran tersebut kembali.

Intinya, yang kami lakukan selama jadwal pelajaran tersebut adalah mengerjakan LKS dan soal-soal di buku Kitab yang disediakan dan lalu membawa pulang soal-soal lain untuk dikerjakan pada malam harinya.

Adik saya, yang tahun ini (2012) menjadi murid kelas 3 SMP juga mengalami hal yang serupa. Ada beberapa guru yang masih memberikan Pekerjaan Rumah (PR) setelah dia selesai mengikuti seluruh pelajaran sekolah dan Les Tambahan, mengingat dia akan menghadapi ujian nasional tingkat sekolah menengah pertama.

Bukan hanya saya dan adik saya yang mengalami hal ini, banyak murid lain di seluruh Nusantara ini yang saya yakin juga pernah mengalami atau masih mengalami hal ini. Tumpukan tugas yang menanti mereka, tidak hanya dari 1 mata pelajaran namun lebih dari 1 mata pelajaran memiliki Pekerjaan Rumah untuk dibawa pulang, dan harus dikerjakan.

Coba anda sekalian bayangkan bagaimana otak para pelajar yang digunakan sejak jam 7 pagi hingga siang hari, lalu bagi yang memiliki les tambahan atau mengikuti bimbingan belajar harus menggunakannya hingga sore hari, harus di forsir kembali untuk berpikir di malam hari untuk mengerjakan pekerjaan rumah tersebut. Mereka bahkan tidak punya waktu untuk beristirahat atau bermain dengan teman-teman sebayanya.

Menurut saya, pemberian Pekerjaan Rumah setiap harinya tidaklah terlalu penting. Mungkin berguna untuk mendidik murid-murid menjadi lebih bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Namun coba kalau dipirkan dari sudut pandang lain, bagaimana apabila justru tugas ini yang menjadikan para murid jenuh untuk belajar secara terus menerus? Membuat murid menjadi muak dengan semua yang mereka kerjakan dari pagi sampai malam?

Terutama bagi siswa Sekolah Dasar (SD), yang mana menurut saya tidak perlu untuk diberikan Pekerjaan Rumah namun cukup diajarkan selama di sekolah. Menurut saya (lagi), menanamkan / mengajarkan ilmu kepada murid sekolah dasar sama seperti membuat Pondasi ketika membangun rumah.

Kalau harus di jabarkan, ketika di tingkat Taman Kanak-kanak, adalah perkenalan dan awal dari segalanya. Diumpamakan dengan proses membangun rumah maka di Taman Kanak-kanak adalah dimana kita diperkenalkan mana yang disebut Batu Bata, Pasir, Semem, dan lain sebagainya.

Lalu di Sekolah Dasar adalah dimana membangun Pondasi yang kuat untuk mebangun rumah tersebut. Tidak perlu rapid an sempurna, namun kokoh dan dapat menopang bangunan rumah yang akan di bangun kemudian hari. Jadi tidak perlu mencekoki para murid dengan tambahan Pekerjaan Rumah bagi murid-murid Sekolah Dasar, cukup ajarkan yang seperlunya di sekolah, buat mereka mengerti apa yang para guru ajarkan.

Lalu bagaimana dengan sekolah yang menerapkan sistem Full Day School?
Saya banyak mendengar wali murid yang menyekolahkan putra-putrinya di sekolah Full Day School dan masih mendapat setumpuk pekerjaan rumah dari para guru di sekolah itu. Anak-anak tersebut menjadi merasa terbebani dengan semua itu. Well… saya pun demikian, karena SMA saya dulu menerapkan sistem full day school juga.

Beberapa orang sering berkata kepada saya bahwa hal tersebut kemungkinan karena guru yang malas untuk mengajarkan semua materi yang seharusnya mereka ajarkan kepada para murid sehingga mereka memberikan Pekerjaan Rumah yang banyak. Saya jadi berpikir, mungkin benar juga seperti itu. Namun saya tahu bahwa tidak semua guru seperti itu.

Saya tahu bahwa masih banyak guru yang benar-benar memiliki tujuan murni untuk mendidik murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bisa berguna untuk bangsa dan Negara, agama dan keluarga, serta untuk diri murid itu sendiri. Saya bukannya merasa sok atau merasa berhak untuk menhakimi para guru, namun disini saya hanya menyampaikan pendapat saya mengenai guru yang memberikan Pekerjaan Rumah yang berlebihan kepada para murid, khususnya murid Sekolah Dasar.

Mungkin alangkah baiknya apabila para Guru lebih menfokuskan untuk mengajarkan materi yang diperlukan para murid di kelas hingga mereka mengerti dan tidak justru membebankan segudang Pekerjaan Rumah untuk dikerjakan para murid sepulang sekolah. Dengan begitu para murid jadi memiliki waktu untuk mengistirahatkan otak mereka agar kembali segar untuk mengikuti pelajar keesokan harinya.

Mungkin seperti ini saya tulisan atau pendapat saya sebagai sumbangan pikiran untuk pendidikan di Indonesia. Saya berharap bahwa semua guru di Indonesia menjadi Pendidik, bukan Pemberi Pekerjaan Rumah atau Pemberi Tugas kepada murid-muridnya.



<a href="http://www.indonesiaberkibar.org"><img src="http://indonesiaberkibar.org/sites/all/themes/images/GIB-1.jpg" style="width: 400px; height: 400px;" /></a>

No comments:

Post a Comment